Ceritanya sih saya mau berkontribusi mengurangi pemanasan global. Caranya: libur naik mobil barang sehari-dua hari, lalu naik kendaraan umum sebagai gantinya. Memang kalau dilihat secara holistik, apalah nilai kontribusi saya ini. Tapi saya percaya kebaikan yang dilakukan secara individual, kalau dilakukan bersamaan oleh banyak orang, jatuhnya jadi kebaikan berjamaah juga. Mudah-mudahan saja memang banyak orang di luar sana yang melakukan hal serupa dengan saya.
Tapi hari ini mungkin bukan hari yang mulus buat saya. Karena sore ini turun hujan yang cukup deras dan lama, maka lalu lintas di Jakarta menjadi... yah, sesuai prediksi Anda lah: macet. Ini imbasnya ke perjalanan busway (mestinya sih, bis Transjakarta, tapi sepertinya rambu lalu lintas pun lebih mengakui nama "busway" ketimbang "Transjakarta") yang jadi lebih lama, terutama di rute-rute tertentu. Mengingat masih banyak kendaraan umum non-busway dan kendaraan pribadi yang sepertinya tak rela kalau busway bisa melenggang kangkung di jalurnya dan lalu dengan sesukanya mengambil jalur busway, busway yang mestinya mengambil para penumpang dari halte transit Dukuh Atas jadi terbatas karena tertahan kemacetan di daerah Arion (begitu kata petugas penjaga halte). Alhasil, para calon penumpang pun berjubel memadati halte yang tak seberapa luas.
Pertama-tama rasanya oke-oke saja saya menunggu di antara kerumunan orang di halte. Tapi setelah 15-20 menit, kok saya mulai merasa sesak napas ya? Duh, saya harus bertahan, harus bertahan! Sebenarnya tempat saya menunggu pas di pintu keluar menuju bus, dan karena postur saya cukup tinggi maka saya bisa cukup leluasa untuk menghirup udara dari luar halte. Sayangnya saya cukup claustrophobic. Kalau terlalu lama di tempat sempit, saya sering merasa pendek napas.
Syukurnya bus pun datang sebelum saya benar-benar pingsan. Dengan dorongan-dorongan dari orang-orang di belakang saya, akhirnya saya berhasil masuk ke dalam bus. Sesungguhnya aksi dorong-mendorong tersebut sangat berbahaya karena kalau para calon penumpang tidak melihat lantai yang dipijaknya dengan seksama, bisa-bisa mereka terperosok ke dalam rongga sela antara lantai bus dengan lantai halte. Tak heran kalau beberapa kali saya pernah membaca kasus penumpang busway yang terjatuh dan terjepit ke dalam sela-sela tersebut. Kapan ya orang Indonesia bisa lebih tertib, demikian saya membatin.
Sampai di halte transit mungkin sekitar pukul 20.10. Sampai di halte terdekat dengan rumah saya waktu menunjukkan pukul 21.15. Hmmph, perjalanan (atau lebih tepatnya, penantian) yang cukup melelahkan. Namanya juga hidup. Hidup itu perjuangan dan barusan ini adalah bagian dari perjuangan. Jadi: tetap semangat!!!
Tapi hari ini mungkin bukan hari yang mulus buat saya. Karena sore ini turun hujan yang cukup deras dan lama, maka lalu lintas di Jakarta menjadi... yah, sesuai prediksi Anda lah: macet. Ini imbasnya ke perjalanan busway (mestinya sih, bis Transjakarta, tapi sepertinya rambu lalu lintas pun lebih mengakui nama "busway" ketimbang "Transjakarta") yang jadi lebih lama, terutama di rute-rute tertentu. Mengingat masih banyak kendaraan umum non-busway dan kendaraan pribadi yang sepertinya tak rela kalau busway bisa melenggang kangkung di jalurnya dan lalu dengan sesukanya mengambil jalur busway, busway yang mestinya mengambil para penumpang dari halte transit Dukuh Atas jadi terbatas karena tertahan kemacetan di daerah Arion (begitu kata petugas penjaga halte). Alhasil, para calon penumpang pun berjubel memadati halte yang tak seberapa luas.
Pertama-tama rasanya oke-oke saja saya menunggu di antara kerumunan orang di halte. Tapi setelah 15-20 menit, kok saya mulai merasa sesak napas ya? Duh, saya harus bertahan, harus bertahan! Sebenarnya tempat saya menunggu pas di pintu keluar menuju bus, dan karena postur saya cukup tinggi maka saya bisa cukup leluasa untuk menghirup udara dari luar halte. Sayangnya saya cukup claustrophobic. Kalau terlalu lama di tempat sempit, saya sering merasa pendek napas.
Syukurnya bus pun datang sebelum saya benar-benar pingsan. Dengan dorongan-dorongan dari orang-orang di belakang saya, akhirnya saya berhasil masuk ke dalam bus. Sesungguhnya aksi dorong-mendorong tersebut sangat berbahaya karena kalau para calon penumpang tidak melihat lantai yang dipijaknya dengan seksama, bisa-bisa mereka terperosok ke dalam rongga sela antara lantai bus dengan lantai halte. Tak heran kalau beberapa kali saya pernah membaca kasus penumpang busway yang terjatuh dan terjepit ke dalam sela-sela tersebut. Kapan ya orang Indonesia bisa lebih tertib, demikian saya membatin.
Sampai di halte transit mungkin sekitar pukul 20.10. Sampai di halte terdekat dengan rumah saya waktu menunjukkan pukul 21.15. Hmmph, perjalanan (atau lebih tepatnya, penantian) yang cukup melelahkan. Namanya juga hidup. Hidup itu perjuangan dan barusan ini adalah bagian dari perjuangan. Jadi: tetap semangat!!!