Monday, November 29, 2004

Pemulung

"Mbak, nggak usah pakai plastik deh. Ini tas saya muat kok."

Macam-macam reaksi yang saya terima jika saya saya minta kepada pramuniaga di kasir untuk tidak membungkus belanjaan saya dengan kantong plastik. Ada yang heran dan seterusnya masih dengan keheranan memandangi saya memasukkan belanjaan ke tas kain yang saya bawa; ada yang sedikit gusar karena beberapa barang belanjaan saya telah ia masukkan ke kantong plastik; ada juga yang dengan ringan mengabulkan permintaan saya, tanpa pandangan kebingungan ataupun keheranan. Di antara sekian reaksi yang saya terima, kebanyakan yang mengemuka adalah reaksi "tersenyum membolehkan tapi dengan tatapan penuh tanda tanya" - yang membuat saya jadi balik bertanya-tanya dalam hati:

Terlalu anehkah permintaan saya?

Pada kondisi saya tidak membawa tas yang cukup besar untuk memuat barang belanjaan saya atau tempat saya berbelanja tidak mengizinkan saya membawa belanjaan saya tanpa kantong plastik meskipun hal itu memungkinkan (berbelanja di toko buku G......a, misalnya), maka (dengan terpaksa) saya tidak keberatan menggunakan kantong plastik. Hanya saya akan lebih suka pulang tanpa membawa tambahan satu dua kantong plastik lagi untuk disimpan.

Ya, disimpan. Di lemari saya ada satu kantong plastik hitam yang berisi lipatan-lipatan kantong plastik lainnya. Dan setiap saya pulang belanja (Catatan: pulang belanja dari toko-toko ber-AC. Kalau dari pasar tradisional, kantongnya malas saya simpan. Lha masa kantong bekas bungkus ikan mau disimpan juga? Nggak lah ya!) membawa kantong plastik dari tempat saya belanja, hampir bisa dipastikan kantong tersebut akan saya lipat rapi dan saya simpan di kantong plastik hitam tadi. Begitu juga kalau ada orang rumah yang membawa kantong plastik belanjaan. Kalau plastiknya bersih dan tidak bau, akan saya lipat juga dan saya simpan.

Hehehe, saya jadi seperti pemulung saja ya? Habis, bagaimana lagi? Saya tidak suka kalau saya harus membuang kantong plastik bekas belanjaan begitu saja. Rasanya bersalah bila saya melakukannya. Entah kenapa. Mungkin saya merasa sayang melihat kantong plastik yang masih layak guna dibuang begitu saja. Di samping itu, dengan membuang kantong plastik, saya merasa ikut andil menghasilkan lebih banyak sampah yang tak terserap tanah, seakan-akan sampah plastik yang sudah ada sekarang masih kurang.

Eh, tapi saya bukannya sok idealis atau ingin kelihatan sok mulia lho. Buktinya, tidak semua kantong plastik yang saya jumpai saya simpan. Lumayan sering juga saya malas menyimpan kantong plastik belanjaan dan malah membuangnya. Lama-lama sebal juga melihat kantong plastik hitam di lemari saya itu menggelembung, jadi beberapa kantong plastik belanjaan tidak saya simpan melainkan saya buang atau saya jadikan kantong untuk menampung sampah, atau saya pakai untuk membungkus sesuatu yang akan saya berikan kepada orang lain.

Saya paling suka dengan pendekatan 'menyingkirkan kantong plastik' yang terakhir saya sebut, karena dengan demikian saya dapat 'berpisah' dengan kantong plastik dengan cara 'baik-baik', yaitu memindahtangankan atawa mentransfernya ke orang lain. Masalah nanti orang lain itu akan membuang atau menyimpannya sudah bukan urusan saya. Yang penting, bebas euy! Lagipula, memangnya enak, jadi 'pemulung' seumur hidup?!


Tuesday, November 23, 2004

And the statistics said...

Drum roll, please?


Ta-da! :)

Alhamdulillah. Mind you, this is not an act of boasting. Just trying to celebrate moments in life, however small they are/seem to be. And thanking Allah the Almighty, of course...


Tuesday, November 16, 2004

Maafin


You might have received an e-mail containing this jpg file. I thought it would very much fit this Eid Mubarak moment and my sincere wish.

Sunday, November 14, 2004

Memorable Eid Mubarak Greetings

This year's Eid Mubarak I received several short messages via my cellular (SMS). Among those SMSes, there were some greetings that I just couldn't miss. So I decide to write them down. Who knows next year I could use these materials to send you my next year's Eid Mubarak greeting (so uncreative of me!)?

Andai jari tidak kuasa (tangan tak sempat) berjabat,
setidaknya kata masih dapat terungkap.
Setulus hati mengucapkan
Selamat Idul Fitri 1425 H ...
(Patria/Iggi)

Taqabalallahu minna wa minkum,
shiyamanna wa shiyamakum.
Selamat 'Iedul Fitri ...
(Dephi)

Sebelum Ramadhan usai,
sebelum lebaran tiba,

sebelum jaringan dan operator sibuk.
Selamat hari raya Idul Fitri.
Mohon maaf lahir batin.
(Sondi)

Bila ada langkah membekas lara,
bila ada kata merangkai dusta,
bila ada tingkah menoreh luka,
mohon dimaafkan.
Minal aidin walfaidzin 1425 H.
(Meta S2)

Untuk lisan yang tak terjaga (Jika ada kata yang tak terjaga),
janji yang terabaikan,
(akal dan) hati yang berprasangka
dan semua sikap yang pernah menyakitkan
(dan semua sikap yang tidak menyenangkan/semua luka yang menoreh luka & kecewa),
mohon maaf lahir batin ...
(Romaz/Kokko/Meci)

Setitik maaf di lautan dosa
laksana lentera di kegelapan.
Ramadhan berlalu tinggalkan kita.
Semoga terkenang dalam amalan ...
(Isti)

Hembusan angin kemenangan pada hari yang fitri
merobohkan semua dinding keangkuhan
dan membuka pintu keikhlasan
'tuk saling memaafkan ...
(Umar SFS)

Jernihkan hati, sucikan diri.
Mohon maaf lahir batin.
(Iboy)

Ketupat pulut di atas bara,
hendak direbus di tepi perigi.
SMS dihantar sebagai perantara
ucapkan "S'lamat Idul Fitri 1 Syawal 1425 H" ...
(Dian UIN)

Takbir dikumandangkan, Idul Fitri kita jelang.
Mari bersihkan hati, berbagi kasih dan mensyukuri rahmatNya.
Selamat Idul Fitri 1425 H ...
(Diarmila Sutedja)

Selamat Idul Fitri 1425H.
Taqobbalallohu minna wa minkum.
Kullu 'am wa antum bi khair.
Mohon maaf atas segala kesalahan.
(Sigit)

Slamat Idul Fitri.
Smoga Allah meridhai amal ibadah kita di bulan Ramadhan ini
dan memanjangkan umur kita agar dapat berjumpa kembali dengan bulan Ramadhan
tahun depan :)
(Yulianti)

Indahnya saling memaafkan
dengan hati yang suci.
Selamat merayakan hari kemenangan
"Idul Fitri 1425 H" ...
(unknown)

Adakala mata salah melihat,
mulut salah mengucap,
telinga salah mendengar,
hati salah menduga.
Selamat Idul Fitri, mohon maaf lahir batin.
(Ratih 28)

Semoga untaian badah menjadi ungkapan syukur terindah
di hari kemenangan ini.
Mengucapkan "Selamat Idul Fitri 1425 H, mohon maaf lahir/batin".
(Neni SFS S1)


And here's my greeting to you all - guaranteed original :)


Happy Eid-el-Fitr!
Semoga Allah menerima amal ibadah kita selama Ramadhan.
Bila ada salah saya yang menyinggung perasaan,
mohon kiranya dimaafkan.
Thanks.
-Metty-

Thursday, November 11, 2004

Never bite more than you could chew

But I did, and still do...

Figures on the bottom-right corner of my laptop showed '11:27 AM'. "Shoot! Why does this copy-paste works fail me at difficult times like this?" I grumbled to myself. I was supposed to have an appointment in Salemba at 12, but there I was, still busy moving tables from Excel to MS Word. A colleague was expecting me to send him the Word file via e-mail immediately, so I couldn't budge from my chair until I got it all done.

Darn! As time was drawing near the dreaded appointment schedule, I was showing all the signs a restless person could show: tuneless-tones humming, nervous-hands clasping, sighing and re-sighing. I guess the coffee I drank this dawn had something to do with the anxiety - a lot.

Finally, after several efforts of correcting the split-up tables, I managed to solve the problems by simply forget the idea of putting on titles over each of the tables. I darted to my room as soon as the word 'Sent' popped up on the screen. And it's 11.57 already! Arrggghhh!!! I called the person I was about to meet, saying that I would arrive there at 12.30.

Yeah, so much of a rain check. Been trying hard to be at the promised venue as fast as I could, though, which means driving like mad! Note this: leaving my home (near Warung Buncit area) at 12.05, arriving at Salemba at 12.40. Well, I guess it was not fast enough, but with a bit traffic jams and traffic lights here and there (I thought traffic 3 days before Eid-el-Fitr would be more smooth but clearly I was wrong), it was not bad, was it?

Finished with the supposed-to-be 12 o'clock meeting, other task was already waiting for execution. It's like this almost every day - I run from one place to another place to get my jobs done. When I say 'run', I mean 'run' literally. The whole thing makes me feel like a juggler: I have to be able to do several tasks at the same time (the IT people call it 'multitasking').

A dear friend has warned me to focus on one or two jobs because I'm lousy at working in a parallel way. 'Don't bite more than you could chew' is the ideal paraphrase for it. But I did, and still do...