Di radio
aku dengar
lagu kesayanganmu
...
(Kugadaikan Cintaku - Gombloh)
Bukan, bukan karena ketika saya membuat posting ini waktunya bertepatan dengan malam minggu, malam yang dirutuki 'aku' dalam lagu di atas. Tulisan saya menyinggung-nyinggung lagu tersebut lebih karena hari ini saya baru saja selesai membaca kumpulan artikel tulisan almarhum Umar Kayam, "Sketsa-sketsa Umar Kayam - Mangan Ora Mangan Kumpul", dan dalam buku tersebut ada cuplikan potongan lagu seniman yang juga sudah almarhum, Gombloh. Rasanya kenangan masa kecil melesat ke depan mata saya ketika saya menyimak potongan lagu tersebut.
Saat lagu Gombloh itu menjadi hit, saya masih kecil, kira-kira masih kelas dua-tiga SD. Berhubung lagu seniman nyentrik itu cukup catchy di kuping anak-anak (Tapi apa sih yang tidak catchy di telinga anak-anak? Jingle iklan, lagu anak-anak, lagu dewasa, lagu berbahasa Inggris, lagu berbahasa India, lagu berbahasa Mandarin, sumpah-serapah dalam sinetron, you name it...), maka dengan mudah saya mengingat lagu tersebut dan bahkan merekamnya dalam ingatan masa kecil saya yang masih indah dikenang-kenang hingga kini, meski sekarang tidak secara utuh lagu tersebut saya ingat syairnya. Apalagi lagu tersebut sering diputar di radio Suzana, radio paling ngetop di Surabaya (menurut saya) yang beruntung punya penggemar setia seperti saya (lho?).
Tapi ya itu, saya suka lagu tersebut tidak sampai yang sukaaaa sekali. Paling saya suka lagu tersebut karena memang sedang ngetop dan rumah Gombloh itu satu kompleks dengan rumah saya, jadi rasanya lain begitu, jadi ikutan bangga (Duh, bolehnya bangga padahal siapa coba yang ngetop? Terus, kita kan cuma tetanggaan saja, hehehe. Sudah begitu dia dan saya itu tetangga jauhhhhh - tuh, lima 'h' berarti jauh sekali kan?). Saking bangganya sampai saya pernah sepedaan dengan teman saya ke rumah Gombloh, di saat matahari Surabaya sedang terik-teriknya (yang dengan sukses bikin kulit saya yang aslinya hitam jadi tambah gosong). Sampai depan rumah Gombloh, ya sudah, lihat-lihat dari luar siapa tahu ada Gombloh, kemudian lanjut lagi keliling-keliling kompleks. Hm, benar-benar dunia kanak-kanak yang begitu sederhana dan indah.
Lagu-lagu dari masa kecil yang justru membawa kesan khusus tersendiri, beberapa di antaranya justru adalah lagu-lagunya Ari Wibowo dan Ervina. Saya sudah lupa judulnya, tapi waktu saya cari di Google, ada satu lagu yang dinyanyikan mereka berdua, judulnya 'Angin Surga'. Tahu tidak, kenapa berkesan? Waduh, sebenarnya konyol alasannya. Soalnya, waktu itu lagu Ari Wibowo-Ervina dikonteskan di radio Suzana. Maksud saya, radio itu bikin lomba nyanyi lagu duet mereka berdua.
Nah, saya saking seringnya dengar lagu duet tersebut, saya jadi hafal lagu itu dan kepikiran untuk ikut kontes tersebut bareng ... Om saya. Om saya itu jarak umurnya cukup dekat (tapi juga cukup jauh) dan kita berdua sudah seperti orang kurang waras saja, nyanyi-nyanyi lagu yang dilombain di lantai atas ... tempat menjemur baju. Andai saja ada yang mendaftarkan kita ikut lomba tersebut saat itu, bisa-bisa kita jadi peserta termuda dan ternekat. Lha wong suara pas-pasan, bocah ingusan pula, kok berani-beraninya ikut-ikut lomba orang dewasa?!
Tapi coba memang saya benar-benar ikut lomba itu ya, saya dan om saya mungkin sudah diliput koran walau cuma koran setempat, hehehe. Ari Wibowo, Ari Wibowo, ke mana ya penyanyi yang selalu berkaca mata gelap itu? Jadi kangen dengar lagu-lagu ringannya...
Madu
di tangan kananmu
Racun
di tangan kirimu
Aku tak tahu mana yang
akan kau berikan padaku
...
(Madu dan Racun - Ari Wibowo)
1 comment:
Kalo gombloh masih hidup mungkin sudah satu legenda dengan iwan fals yaks. Kalo gak salah lagu gebyar-gebyar jg diciptain ma gombloh ya ?
ahh waktu kecil..waktu dmana dunia ini dunia dalam khaya l kita... jadi pengen balik kecil lagi..heheehe :)
-aprian.net-
Post a Comment