Friday, June 15, 2007

Sembilan Senti


Sewaktu buka email daily digest dari milis Alumni FE dan baca-baca subjek-subjek yang tertera, mata saya tertumbuk pada salah satunya: Tuhan Sembilan Senti. Tanpa saya membaca isi emailnya, saya sudah tahu, itu pasti judul puisi Taufik Ismail yang berkaitan dengan rokok. Dan memang benar. Begitu saya baca email tersebut, memang benar adanya, email tersebut berisi seluruh potongan puisi Taufik Ismail. Saya langsung berujar dalam hati, “Wah, kok bisa pas ya?”

Pas karena dalam beberapa waktu belakangan ini, saya sedang banyak berurusan dengan masalah rokok. Bukan, saya bukan sedang dapat masalah kesehatan akibat merokok. Saya bukan perokok dan saya benci sekali dengan asap yang dihasilkan oleh rokok. Jadi, sekali lagi, urusan rokok yang saya maksud di sini tidak punya kaitan dengan isu kesehatan.

Urusan saya dengan rokok ini awalnya terkait dengan pekerjaan. Ketika atasan saya meminta staf-stafnya untuk memilih industri untuk topik tinjauan, saya menawarkan diri untuk mengambil industri aquaculture dan rokok. Bukannya sok tahu, tetapi rasanya data dan informasi mengenai industri ini cukup mudah dicari. Dalam perjalanannya, ternyata hal itu tidak sepenuhnya tepat. Sewaktu saya ingin mencari data mengenai penjualan rokok untuk tahun 2006, aih, aih, ternyata sulit sekali didapat. Browsing di Internet tidak membuahkan hasil yang saya inginkan. Ketika saya menghubungi asosiasi perusahaan rokok (GAPPRI), mereka pun ternyata tidak punya data lengkap tentang industri rokok di Indonesia. Bayangkan. Asosiasi tapi tidak punya data? Heran saya…

Akhirnya saya hubungi teman-teman saya yang menurut perkiraan saya punya link ke sumber data tersebut. Ada dua orang yang saya hubungi. Yang satu meminta saya untuk mencarinya di CIC report*. Yeah, right. Kalau saya punya report itu, saya tentu tidak akan menelepon teman saya itu. Alhamdulillaah, teman saya yang satu lagi ternyata punya datanya, meski tidak terlalu sesuai dengan yang saya minta. Tapi kata teman saya itu, dia akan coba carikan data yang saya maksud dan tentunya ini saya sambut dengan suka cita.

Ketika urusan mencari data sudah (hampir) terpecahkan, tiba-tiba masuk sms dari kawan saya yang lain. Saya lalu jadi ingat pada niatan saya untuk meneruskan email mengenai beasiswa Sampoerna ke kawan saya yang baru saja berkirim sms tadi. Setelah email tersebut saya kirim, eh, ternyata kawan saya itu malah bertanya, “Met, mau nanya nih. Bukannya rokok itu haram ya?” Hm, saya paham arah pertanyaan itu. Karena saya merasa tidak bisa menjawab pertanyaan tersebut secara objektif, akhirnya saya browsing mencari artikel yang sekiranya pas untuk menjawab pertanyaan itu. Salah satu artikel yang saya baca memuat nukilan puisi “Tuhan Sembilan Senti”.

Memang keberuntungan saya. Ketika saya berniat untuk mencari versi lengkap puisi Taufik Ismail tersebut, hari ini ada yang memuatnya di milis. Maka inilah isi lengkap puisi tersebut.

Tuhan Sembilan Senti…
ole: Taufik Ismail


Indonesia adalah sorga luar biasa ramah bagi perokok,
tapi tempat siksa tak tertahankan bagi orang yang tak merokok…

Di sawah petani merokok,
di pabrik pekerja merokok,
di kantor pegawai merokok,
di kabinet menteri merokok,
di reses parlemen anggota DPR merokok,
di Mahkamah Agung yang bergaun toga merokok,
hansip-bintara-perwira nongkrong merokok,
di perkebunan pemetik buah kopi merokok,
di perahu nelayan penjaring ikan merokok,
di pabrik petasan pemilik modalnya merokok,
di pekuburan sebelum masuk kubur orang merokok…

Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu-na'im sangat ramah bagi perokok,
tapi tempat siksa kubur hidup-hidup bagi orang yang tak merokok…

Di balik pagar SMU murid-murid mencuri-curi merokok,
di ruang kepala sekolah ada guru merokok,
di kampus mahasiswa merokok,
di ruang kuliah dosen merokok,
di rapat POMG orang tua murid merokok,
di perpustakaan kecamatan ada siswa bertanya apakah ada buku tuntunan cara merokok,
di angkot Kijang penumpang merokok,
di bis kota sumpek yang berdiri yang duduk orang bertanding merokok,
di loket penjualan karcis orang merokok,
di kereta api penuh sesak orang festival merokok,
di kapal penyeberangan antar pulau penumpang merokok,
di andong Yogya kusirnya merokok, sampai kabarnya kuda andong minta diajari pula merokok…

Negeri kita ini sungguh nirwana kayangan para dewa-dewa bagi perokok,
tapi tempat cobaan sangat beratbagi orang yang tak merokok…

Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru,
diam-diam menguasai kita…

Di pasar orang merokok,
di warung Tegal pengunjung merokok,
di restoran di toko buku orang merokok,
di kafe di diskotik para pengunjung merokok,
bercakap-cakap kita jarak setengah meter tak tertahankan asap rokok…

Bayangkan isteri-isteri yang bertahun-tahun menderita di kamar tidur ketika melayani para suami, yang bau mulut dan hidungnya mirip asbak rokok
Duduk kita di tepi tempat tidur ketika dua orang bergumul saling menularkan HIV-AIDS sesamanya, tapi kita tidak ketularan penyakitnya
Duduk kita disebelah orang yang dengan cueknya mengepulkan asap rokok di kantor atau di stopan bus, kita ketularan penyakitnya
Nikotin lebih jahat penularannya ketimbang HIV-AIDS…

Indonesia adalah sorga kultur pengembang biakan nikotin paling subur di dunia,
dan kita yang tak langsung menghirup sekali pun asap tembakau itu,
bisa ketularan kena…

Di puskesmas pedesaan orang kampung merokok,
di apotik yang antri obat merokok,
di panti pijat tamu-tamu disilahkan merokok,
di ruang tunggu dokter pasien merokok,
dan ada juga dokter-dokter merokok
Istirahat main tenis orang merokok,
di pinggir lapangan voli orang merokok,
menyandang raket badminton orang merokok,
pemain bola PSSI sembunyi-sembunyi merokok,
panitia pertandingan balap mobil, pertandingan bulutangkis, turnamen sepakbola mengemis-ngemis mencium kaki sponsor perusahaan rokok…

Di kamar kecil 12 meter kubik, sambil 'ek-'ek orang goblok merokok,
di dalam lift gedung 15 tingkat dengan tak acuh orang goblok merokok,
di ruang sidang ber-AC penuh, dengan cueknya, pakai dasi, orang-orang goblok merokok…

Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu-na'im sangat ramah bagi orang perokok,
tapi tempat siksa kubur hidup-hidup bagi orang yang tak merokok…

Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru, diam-diam menguasai kita…
Di sebuah ruang sidang ber-AC penuh, duduk sejumlah ulama terhormat merujuk kitab kuning dan mempersiapkan sejumlah fatwa
Mereka ulama ahli hisap
Haasaba, yuhaasibu, hisaaban
Bukan ahli hisab ilmu falak, tapi ahli hisap rokok...
Di antara jari telunjuk dan jari tengah mereka terselip berhala-berhala kecil,
sembilan senti panjangnya,
putih warnanya,
ke mana-mana dibawa dengan setia,
satu kantong dengan kalung tasbih 99 butirnya…
Mengintip kita dari balik jendela ruang sidang, tampak kebanyakan mereka memegang rokok dengan tangan kanan,
cuma sedikit yang memegang dengan tangan kiri
Inikah gerangan pertanda yang terbanyak kelompok ashabul yamiindan yang sedikit golongan ashabus syimaal…?
Asap rokok mereka mengepul-ngepul di ruangan AC penuh itu
Mamnu'ut tadkhiin, ya ustadz. Laa tasyrabud dukhaan, ya ustadz
Kyai, ini ruangan ber-AC penuh. Haadzihi al ghurfati malii'atun bi mukayyafi al hawwa'i.
Kalau tak tahan, di luar itu sajalah merokok. Laa taqtuluu anfusakum…

Min fadhlik, ya ustadz...
25 penyakit ada dalam khamr, khamr diharamkan
15 penyakit ada dalam daging khinzir (babi), daging khinzir diharamkan
4000 zat kimia beracun ada pada sebatang rokok, patutnya rokok diapakan…???

Tak perlu dijawab sekarang, ya ustadz
Wa yuharrimu 'alayhimul khabaaith
Mohon ini direnungkan tenang-tenang
Karena pada zaman Rasulullah dahulu,
sudah ada alkohol, sudah ada babi, tapi belum ada rokok
Jadi ini PR untuk para ulama
Tapi jangan karena ustadz ketagihan rokok,
lantas hukumnya jadi dimakruh-makruhkan, jangan…

Para ulama ahli hisap itu terkejut mendengar perbandingan ini
Banyak yang diam-diam membunuh tuhan-tuhan kecil yang kepalanya berapi itu,
yaitu ujung rokok mereka
Kini mereka berfikir
Biarkan mereka berfikir...
Asap rokok di ruangan ber-AC itu makin pengap, dan ada yang mulai terbatuk-batuk…

Pada saat sajak ini dibacakan,
sejak tadi pagi sudah 120 orang di Indonesia mati karena penyakit rokok
Korban penyakit rokok lebih dahsyat ketimbang korban kecelakaan lalu lintas,
lebih gawat ketimbang bencana banjir, gempa bumi dan longsor,
cuma setingkat di bawah korban narkoba

Pada saat sajak ini dibacakan,
berhala-berhala kecil itu sangat berkuasa di negara kita,
jutaan jumlahnya,
bersembunyi di dalam kantong baju dan celana,
dibungkus dalam kertas berwarni dan berwarna,
diiklankan dengan indah dan cerdasnya
Tidak perlu wudhu atau tayammum menyucikan diri,
tidak perlu ruku'dan sujud untuk taqarrub pada tuhan-tuhan ini…


Dengan semua urusan yang cukup "menyebalkan" dengan rokok selama beberapa hari ini, sepertinya akan lebih bijak kalau Anda tidak merokok jika berada dekat saya. Sepakat?(!)


Catatan:
*CIC report = laporan periodik mengenai perkembangan industri-industri di Indonesia, diterbitkan oleh sebuah lembaga bernama CIC.

4 comments:

Berly said...

Perlu data apa Met?
Gw ama Mumun pernah ngerjain report tobacco di WHO.
Ini ada summary tobacco di Indonesia:
http://www1.worldbank.org/tobacco/countrybrief.asp#i

Yesse said...

Totally agree with you...i hate that stinking smell of cigarettes and the smoke too...sadly i have a staff who smokes and smells so badly...

metty said...

yesse:
does your staff smoke nearby you? if he/she does, that really sucks. at my previous office - the one in setiabudi - many of my colleagues are smokers, and one of them is a chain smoker. he surely gave me one helluva hell...

la vita espressiva:
wow, thanks banget ya ber! you're so sweet!!! tp... kok nggak bisa dibuka ya, page-nya?

Berly said...

also look at this site
http://www.who.int/topics/tobacco/en/

and this
http://www.searo.who.int/EN/Section1174/section1462/default.asp

and do email Mumun